24 Februari 2020

12

Percakapan Kecil di Depan Stasiun Pasar Senen Jakarta

Di setiap tempat yang gue sambangi, gue selalu berusaha mengenal orang-orang yang ada disana lewat obrolan singkat atau sekedar bertukar sapa. Menurut gue, itu bikin tempat tersebut terasa lebih hidup dan gue ingat terus nantinya. Kayak contohnya tempat yang gue lewati minggu lalu, Stasiun Pasarsenen, Jakarta.

Malam itu gue dan dua orang teman tiba di Stasiun Pasar Senen 2 jam lebih awal dari jadwal keberangkatan kereta ke Pekalongan, pukul 23.25 WIB. Dua teman gue ini sekedar mengantar dan membawakan tas-tas yang mirip koper haji. Hawa panas Jakarta malam itu, ditambah tas besar yang kami tenteng, sukses bikin haus luar biasa.

"Jangan beli minum di staisun, mahal. Beli di depan aja yuk, murah-murah cuy." kata teman gue, Baren, ketika gue mengajaknya beli minum. Bukan rahasia lagi memang, makanan dan minuman di area stasiun harganya nggak tau diri, nggak kompak sama es teh-es teh yang lain. Es teh lain harganya 3 ribu, di stasiun jadi 10 ribu. Jiwa miskin gue jelas nggak terima lah!

Setelah berjalan sebentar, sampailah kami di depan stasiun yang berisi deretan pedagang kaki lima yang kakinya cuma dua. Gue nggak nemu pedagang yang kakinya lima, sih.

"Mbak, es teh tarik satu ya." gue meletakkan tas besar di atas bangku kayu salah satu lapak pedagang minuman dan rokok yang dijaga oleh seorang perempuan bermasker. Dari gaya berpakaiannya, gue tau mbak itu seumuran sama gue. Tanpa sepatah kata pun yang keluar, Mbak itu segera membuatkan minuman instan yang gue pesan di gelas plastik.

"Gue juga mau dong Mbak, es teh tarik ya!" ucap Baren. Si Mbak langsung membuatkan minuman dan memberikannya ke Baren. Setelah itu, dia kembali duduk di belakang meja dagangan dan sibuk dengan HP-nya. Nggak ada satu pun kata yang keluar dari mulutnya.

Penasaran, gue coba buka percakapan ke si Mbak.

Gue: mbak, harga minum di dalem stasiun mahal-mahal ya Mbak?
Si Mbak: Iya.
Gue: udah lama dagang disini Mbak?
Si Mbak: Iya.
Gue: gue cantik banget ya Mbak?
Si Mbak: Iya.

Jutek banget Mbaknya, mau nangis. :(

Ada masalah apa sih Mbak?

Menghindari darah tinggi akibat kesel sama Mbak jutek ini, gue beralih ngobrol dan bercanda dengan Baren dan Delsa, dua teman gue yang berbaik hati membawakan tas. Selama kami ngobrol, Si Mbak beberapa kali curi pandang ke arah kami bertiga, seperti memperhatikan percakapan kami.

"Kesel banget gue tadi bapak-bapak ojol cat-calling ke gue!" Delsa teman gue sedang berkeluh soal seorang supir ojol yang godain dia sewaktu dia berjalan di depan stasiun.

Tiba-tiba Si Mbak nyaut, "suka gitu emang Mbak supir ojek kalo sama orang baru.".

"Mbaknya kerja disini sampe malem sering digodain juga dong?" tanya Delsa.

"Kalo sama orang sini mah enggak Mbak, udah kenal soalnya." Si Mbak yang tadinya jutek pun berubah menjadi ramah dan baik hati. "Aku aja sama abang-abang ojek udah biasa ngobrol. Kita, pedagang gini, suka dibantuin abang-abang ojol kalo ada penertiban. Kadang juga informasi mau ada sweeping dari temen-temen disini. Jadi kita kenal. Mereka baik kok Mbak sebenernya. Kadang iseng aja itu sama orang baru."

Suasana pun menjadi cair. Si Mbak masih dengan maskernya, berubah posisi duduk. Yang awalnya menghadap ke depan, ke meja dagangan, jadi menyamping, ke arah kami bertiga.

"Jualan kayak gini untungnya lumayan ya Mbak? Apalagi di stasiun." Tanya gue makin sok akrab.

"Iya Mbak, lumayan banget!" jawab Si Mbak antusias. "Apalagi waktu lebaran kemarin, yang lain libur, orang tuaku doang di trotoar ini yang jualan. Bisa dapet 10 juta sehari."

"Wih, gila. Gaji PNS lewat tuh Mbak..."

Percakapan pun berlanjut. Tanpa terasa, kita berempat menjadi seperti teman dekat yang lama nggak ketemu.

Waktu berlalu. Nggak kerasa, jam menunjukkan pukul 23.00. Gue pamit ke Si Mbak kemudian meminta Baren dan Delsa menemani gue kembali ke dalam stasiun.

Gue menyempatkan foto sebelum cabut dari lapak Si Mbak. (kiri ke kanan: Si Mbak, Baren, Delsa)
"Ada yang ketinggalan nggak Lay?" tanya Baren ketika kami bertiga berada di depan pintu masuk. 'Lay' adalah nama panggilan akrab gue dengan Baren dan beberapa teman-teman teater kampus.

"Enggak Lay, aman semua kok." jawab gue.

"Yaudah gih sono masuk kereta. Ati-ati ya lu!"

"Oke. Thanks ya udah bawain tas gue. Bye!". Gue pun beranjak masuk stasiun. Sesaat setelah berjalan masuk, gue memanggil Baren dan Delsa yang mulai melangkah meninggalkan pintu masuk stasiun. "Lay! Tanyain Si Mbak tadi, namanya siapa. Gue mau tulis cerita kita berempat malam ini di blog!". Teriak gue.

"Oke, ntar gue tanyain!" Baren menjawab teriakan gue dari kejauhan.

Setelah memastikan gerbong dan kursi dengan benar, gue duduk manis dan menghela napas. Tiba-tiba HP gue bergetar, ada sebuah notifikasi instagram;


Si Mbak follow gue di instagram dan ternyata dia nggak sejutek yang gue pikir sebelumnya.

Semua orang memang sepertinya akan ramah kepada siapa pun setelah percakapan kecil di awal. Karena pada dasarnya semua orang baik. Mungkin, si bapak ojol yang cat-calling ke Delsa juga akan lebih sopan setelah ngobrol bareng Delsa. Mungkin.

(Tulisan ini mulai gue tulis sebulan yang lalu, tapi baru gue publish hari ini karena banyak kesibukan yang menghambat gue untuk menyelesaikan tulisan ini.)

12 komentar:

  1. Gue kepoin Instagram si mbaknya gara-gara namanya gak lu sensor, ternyata nongkrongnya di Starbak dan makannya di resto berbintang anjir. Jiwa miskin ini langsung meronta.

    BalasHapus
    Balasan
    1. No sensor pokoknya mah blog gue~ hahaha

      Umm... Kalo soal jiwa miskin, kita satu tim lah Man! hahaha

      Hapus
  2. Enak ya bisa ngajak ngobrol orang gitu, aku kalo ketemu orang baru pasti salting, takut salah. Jadi biar gasalah aku diem aja, kalo orang ngajak ngomong sekali aja, langsung antusias tuh, keluar banyak nanya bacotnya.

    Btw keren ya tulisannya, semoga tulisan ku nanti bisa kaya gini walau diblog doang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha, sama sih. Gue juga liat-liat orangnya dulu kok kalo mau ngajak ngobrol.

      Harus dipancing dulu yak? :D

      Thankyou! Ayo nulis! :))

      Hapus
  3. Euh.. Aku jadi Kefooo...

    Mantap Kak. Mantap...

    BalasHapus
  4. Like old man said, 'Tak kenal maka tak sayang.'

    BalasHapus
  5. HAHAHA mbaknya jutek-jutek lucu :(
    anw, mungkin "kita berempat" akan lebih tepat jadi kami berempat? ehe ehe ehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha, lucu iya kayanya xD

      Ah, iya. Itu lebih tepat deh. Thanks for correcting me ya :))

      Hapus
  6. Busyet.. 10 juta sehari.
    Itu yang di kaki lima tapi yang jual kakinya dua.

    Gimana ama yang jualan di dalam stasiun? Bisa langsung naik haji tuh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya pas lebaran aja sih tapi, katanya gitu.

      Hahaha, di dalam stasiun ada pajak Pak. Jangan lupa.

      Hapus

Teman