30 November 2019

6

Hampir Hilang di Thailand Bagian 3 (selesai): Senyuman Terakhir

Nggak lama, van yang gue tunggu datang. Pak supir turun dari mobil dan langsung mengangkut koper gue ke bagasi belakang tanpa ba-bi-bu.

Ketika gue masuk mobil, sudah ada sekitar 4 orang penumpang di dalamnya. Gue duduk di jok tengah, sebelah jendela. Di samping gue ada mbak-mbak berbaju pink dan memakai topi putih. Dari gayanya, dia terlihat seperti mbak-mbak salon yang suka nawarin rebonding rambut padahal rambut si tamu sudah lurus.

Gue senyumin si mbak baju pink. Dia senyum balik. Gue senyumin lagi. Dia senyum balik lagi. Akhirnya kita senyum-senyuman sepanjang perjalanan.

Eh, nggak gitu~

Gambaran van Thailand. Sumber: https://12go.asia
Gue duduk anteng di dalam mobil. Membuka HP dan membalas pesan Ploy yang memonitor gue tiap menit dari rumahnya. Setelah memberitahu Ploy kalau gue aman, gue mematikan internet untuk menghemat baterai. Dari sudut mata, gue bisa liat kalau mbak baju pink sesekali mencuri pandang ke arah gue.

Van yang gue tumpangi perlahan melaju ke arah Timur, meninggalkan Terminal Mochit, kemudian meninggalkan Kota Bangkok. Jalanan mulai lengang. Yang terlihat hanya truk-truk pengangkut sayur dan sesekali hamparan perkebunan. Gue capek, tapi nggak bisa tidur. Takut bablas ke Vietnam kalo tidur.

Baterai HP 10% ketika van berhenti dan menurunkan seorang penumpang di pinggir jalan. HP gue yang dibuat offline itu masih bisa menunjukan google maps. Perjalanan ke Bua Yai masih sekitar 3 jam lagi.

Perempuan di samping gue pun nggak tidur. Dia beberapa kali masih mencuri pandang ke arah gue dan ketika gue lihat ke arah dia, dia hanya tersenyum. Ada apa?

Gue memberanikan diri menyapa, "hi!". Gue pikir dia punya hal yang ingin disampaikan. Sapaan gue nggak dijawab. Dia cuma senyum. "Where do you go?". Lagi-lagi nggak ada jawaban selain sebuah senyuman. Ok, ada 2 kemungkinan: si mbak nggak bisa ngomong bahasa Inggris atau dia budeg.

Van masih melaju dengan tenang. Pemandangan danau dan temple khas Thailand menjadi pemandangan gue dari dalam van. Semua plang di pinggir jalan menggunakan bahasa dan aksara Thailand yang membuat gue migrain ketika mencoba mengartikannya.

Tiba-tiba van berbelok ke arah pom bensin. Semua penumpang turun dan berjalan menuju ke minimarket yang ada di pom tersebut. Bingung mau ngapain di dalam mobil sendirian, gue akhirnya ikut turun juga dan membeli beberapa cemilan kemudian duduk santai di kursi yang berjejer di depan minimarket.
Pom bensin tempat transit waktu itu
Saat sedang santai menikmati cemilan, mbak baju pink terlihat keluar dari mini market kemudian duduk di sebelah gue. Dia memberikan sebuah senyuman. Gue jawab dengan senyuman juga. Gue bener-bener pengen ngobrol sama dia. "You speak English?" tanya gue ketika dia sudah duduk. Si mbak baju pink hanya tersenyum lagi.

Ok, gue udah tau jawabannya: dia nggak bisa bahasa Inggris.

Semua penumpang kembali menaiki van ketika mobil mini bus itu selesai mengisi bahan bakar. Van melaju tenang lagi di jalanan Provinsi Nakhon Ratchasima. Google Maps menunjukan bahwa gue sudah memasuki Distrik Bua Yai.

Nggak lama, satu per satu penumpang turun di pinggir jalan dan ada juga yang di tempat ngetem bus. Tersisa gue, mbak baju pink, satu penumpang anak laki-laki di belakang, dan supir.

Seperti ada malaikat lewat, gue tersadar satu hal.
Hal yang sangat penting.
Dan krusial.

Ini gue turunnya kapan dan dimana?!

Bua Yai itu kabupaten, bukan lapangan futsal. Gue bisa aja salah turun di Bua Yai bagian utara, padahal rumah Ploy di Bua Yai Selatan.

"Trung tung tung tung ka ni tung." Mbak baju pink berbicara ke supir van kemudian memandang ke arah gue sebentar dan lanjut berbicara ke pak supir lagi. "Mai mai trung tung rap rap."

Jika ternyata mereka bertiga sekongkol mau merampok gue, gue pasrah saat itu juga. Toh, gue cuma seorang gembel yang lagi jalan-jalan di Thailand. Paling banter, mereka dapet batik yang gue bawa buat oleh-oleh Ploy.

Si mbak baju pink memandangi gue dan berkata, "trung tung tang tung tang ting tung.". Gue pun menjawab, "mai kon Thai ka." (saya bukan orang Thailand).

Suasana hening.

Gue memutuskan untuk menyalakan internet walaupun baterai tersisa 5% dan menelpon Ploy. Gue ceritakan secara singkat keadaan saat itu dan Ploy meminta bicara dengan Si Mbak. Gue berikan HP gue dan mereka berbicara.

"Tang ying yung ka pum." Mbak baju pink memberitahu sesuatu ke pak supir setelah mengembalikan HP gue. Si supir menjawab dengan memberikan tanda 'oke' ke arah gue. Gue gelagapan. Maksudnya apa?

Internet gue matikan kembali.

Di depan deretan rumah pinggir jalan yang terlihat sederhana, van berhenti. Mbak baju pink kemudian merapikan barang-barangnya dan bersiap turun. Sebelum benar-benar turun, dia memberi gue sebuah senyuman dan anggukan. Kayak kalo di Jawa tuh, "monggo..." gitu.

Setelah semua tas di bagasi belakang milik Mbak baju pink turun, gue memberanikan diri untuk meminta foto bareng Si Mbak. Mbak ini baik, gue harus punya kenang-kenangan sama dia, pikir gue. Walaupun tanpa percakapan, gue merasa nyaman selama perjalanan bareng dia.

"Photo, please."

Tutupin dikit ye muka gue bopung banget seharian jadi bolang di Thailand
"Thank you. Khop khun ka." Ucap gue setelah berfoto. "It was nice to meet you. I hope, we can meet again some day!" gue tetap melanjutkan. Meskipun terlihat di raut muka Si mbak bahwa dia nggak ngerti namun tetap tersenyum.

"Bye bye!" gue melambaikan tangan ketika Si Mbak mulai beranjak dan turun dari van.

"Bye bye!" Si Mbak menjawab disertai sebuah senyuman dan lambaian tangan. Belakangan gue tau bahwa itu senyuman terakhir Si Mbak setelah sekian banyak senyuman yang dia beri selama perjalanan.

Van kembali melaju tenang di jalanan. Sama seperti hati gue yang tenang meskipun nggak tau akan turun dari van ini kapan.

Roda van mulai melambat ketika memasuki komplek pasar tradisional dan kian melambat ketika memasuki area seperti terminal kecil namun bersih di ujung pasar. Van sepenuhnya berhenti di depan deretan ruko, di samping mobil-mobil van yang sudah terparkir disana lebih dulu.

Pak Supir membuka pintu van. Kemudian gue melihat sosok perempuan yang duduk di bangku depan ruko yang sudah nggak asing lagi. Wajahnya sering gue lihat melalui layar HP. Dia adalah Ploy.

Gue turun dan menghampiri Ploy. Dia melihat gue dan merekam momen itu. Momen dimana gue berjalan ke arah dia dan kita saling bertukar peluk. "Look! Who's coming!". Sayang videonya udah nggak ada lagi.

Ini adalah kali pertama gue bertemu Ploy, sahabat jauh gue yang berkenalan lewat online.

Setelah sampai rumah Ploy, gue ceritakan tentang Si Mbak baju pink dan Ploy bilang, "she was a kind person bro."

"Yeah, I think so. I hope we meet again someday and talk."

6 komentar:

  1. Yah, kok lu gajadi dirampok sih. Kok happy ending sih. Gak suka nih gue. HAHAHAHA bercanda ding.

    Seru juga perjalanan ke Thailand-nya. Gue jadi pengen jalan-jalan sendirian juga


    ...ke mall deket rumah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Anak instagram neh biasanya yang komen begini.

      Indomaret dulu aja deh kayaknya.

      Hapus
    2. Enggak harus sampai merampok juga sih, tapi gue berharap mbak-mbak baju pink itu ngerjain si Farih gitu. Dia sebetulnya bisa bahasa Inggris, bahkan orang Indonesia juga. Ternyata tidak, Saudara-Saudara~

      Hapus
    3. Drama banget gak sih itu xD wkwk

      Hapus
  2. Kalau menelusuri daerah sana lewat aplikasi peta, sekilas daerah-daerah pedalamannya tuh sama aja kayak di Indonesia, ya. Gue seakan-akan lagi pulang kampung melihat truk-truk sayur.

    Emang videonya enggak disimpan di IG?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yep! Bener banget Yog. Disana mirip Indonesia, apalagi daerah pedesaannya. Bahkan beberapa lebih sederhana dari Indonesia.

      Iya banyak truk sayur. Thailand pertaniannya maju jaya setau gue.

      Enggak. Temen gue, Ploy, yang ngevideoin di IG. Kemaren gue tanya katanya udah gak ada gara-gara dia ganti HP juga.

      Hapus

Teman