7 Agustus 2016

7

Gue Adalah Riley di Inside Out

Kenapa kebanyakan yang suka film animasi itu anak-anak?

Karena film animasi banyak berisi cerita-cerita fantasi khayalan yang imajinatif. Cocok sama dunia anak-anak yang penuh imajinasi. Sedangkan hidup gue, flat. Makan-tidur-kuliah-makan-tidur-nonton gosip Raffi Ahmad Ayu Tingting. Nggak menarik. Dunia gue nggak penuh imajinasi, makanya gue nggak suka sama film animasi.

Hingga suatu waktu...

Gue diajakin nonton film Inside Out. Awalnya gue menolak, namun karena gue butuh hiburan, akhirnya gue nonton Inside Out. Dan, BOOM! FILMNYA KEREN ABIS!

Keluar dari bioskop rasanya kayak ada yang meledak di diri gue dan gue bergumam sendiri "oh iya ya, bener juga."

Si pengendali emosi lagi megang setir di kepala Riley
Film Inside Out menceritakan tentang seorang anak perempuan bernama Riley dan dunianya yang sangat menyenangkan. Tapi yang disorot di film ini bukan tentang hidupnya Riley itu, melainkan isi kepala Riley.

Isi kepala Riley adalah lima karakter emosi yang mengendalikan mood Riley. Mereka adalah Joy, Sadness, Fear, Anger, dan Disgust. Sesuai namanya, Joy adalah si pembuat Riley bahagia, Anger yang bikin Riley marah, dan lainnya sesuai nama mereka.

Lima karakter itu ada juga di kepala orang lain seperti mama dan papa Riley. Diantara lima pengendali mood itu, setiap orang punya satu emosi yang dominan di kepalanya. Kayak misalnya Riley yang dominan dikendaliin sama Joy, hidupnya lebih banyak bahagia. Mama Riley yang banyak dikendaliin Sadness, hidupnya melo-drama-Korea .

Lima emosi itu juga mengatur memori ingatan di kepala Riley. Ingatan yang diinget digambarkan sebagai bola menyala warna-warni sesuai lima warna emosi di kenangan yang Riley. Kenangan sedih, bola memorinya berwarna biru. Kenangan ketakutan, bolanya warna ijo. Gitu. Dan, di kepala Riley bola yang paling banyak adalah warna kuning, Joy, memori kebahagiaan.

Gue jadi mikir, kalo gue adalah Riley, emosi apa yang dominan megang setir di kepala gue selama ini dan memori apa aja yang paling menyala di kepala gue. Gue kemudian flashback beberapa memori yang gue inget dari kecil sampe sekarang.

Memori warna merah, anger.

Anger itu mungkin dari kata "angry" ya, artinya marah. Ingatan saat gue emosi atau marah. Bisa dibilang gue jarang marah. Tapi ketika gue marah, gue nggak bisa ngendaliin. Kayak misalnya waktu kelas 3 SMP.

Waktu itu, saat jam istirahat, gue lagi duduk-duduk santai di depan kelas. Kemudian, temen gue, Ida, bercandain gue dengan menarik gue ke belakang yang mengakibatkan gue jatoh. Pantatnya doang sih kena lantai. Tapi nggak tau kenapa gue marah banget. Terus tanpa ngomong apapun gue tarik Ida ke dalem kelas, gue remas kerah seragamnya si Ida, abis itu gue dorong atau tonjok dia (gue lupa) di depan kelas dan diliatin temen-temen yang ada di dalem kelas. Terus gue pergi gitu aja.

HAHAHA. Awkward.

Memori warna ijo, jijik.

Jijik. Apa ya? Entah apa ini jijik atau takut, tapi gue punya pengalaman nggak-sengaja-megang-kaki-tokek-di atas-pohon.

Jadi gue waktu SD pernah manjat pohon kersen buat ngambilin buahnya. Gue manjat dan ada temen gue yang nunggu di bawah. Saat lagi enak metikin buah di atas pohon, nggak sengaja tangan gue megang sesuatu yang hangat, empuk, dan agak kasar. Setelah gue liat, ternyata gue megang sebuah kaki warna biru motif orens. Pas gue sadar itu kaki tokek, gue langsung loncat dari atas pohon langsung ke bawah. Nggak peduli patah kaki atau landing di kepala temen.

Sampe di bawah gue liat ke atas dan bener. Itu tokek gede banget dan ganti warna jadi cokelat keiteman. Gue langsung ambil sepeda dan gowes ngebut ke rumah. Temen gue heran karena gue shock nggak ngomong apa-apa. Sampe rumah gue masuk kamar dan selimutan. Badan gue gemeter dua sampe tiga hari kalo inget kaki tokek yang gue pegang itu. Sampe sekarang masih kebayang warna kakinya.

Memori warna ungu, fear, takut.

Waktu itu gue kelas 1 SMP. Pelajaran fisika, gue duduk di kursi terdepan. Temen gue, kalo nggak salah Intan namanya, punya HP baru. Nokia flip warna putih-merah dan ada musiknya. Jaman dulu HP ada MP3nya udah mewah banget anjir. Hahaha.

Gue pinjem HP temen gue itu buat dengerin lagu lewat speaker, tanpa headset. Tiba-tiba guru fisika dateng. Semua langsung panik duduk di bangkunya masing-masing, karena guru itu terkenal killer. Namanya Bu Isdiana. Seketika kelas menjadi hening, hanya langkah kaki Bu Isdiana yang terdengar beradu dengan lantai kelas. Kemudian, muncul suara kampret bin sialan:

"kau membuat ku berantakan... kau membuat ku tak karuan... kau membuat ku tak berdaya, kau menolakku, acuhkan diriku..."

Kampret! HPNYA INTAN MASIH NYALA, D'MASIVE MASIH BERDENDANG, DAN ITU ADA DI LACI MEJA GUE!

Takut banget rasanya pas Bu Isdiana menghamipiri meja gue dan mengambil HP yang lagi asik bersyara itu. Tanpa ngomong apa-apa, beliau masukin HP mewah nan malang itu ke saku bajunya. Setelah itu gue dimarahin Bu Isdiana di kantor guru, di depan para guru yang lagi makan siang.

Memori warna biru, sadness.

Mungkin warna ini yang terbanyak di kepala gue. Gimana enggak? Nonton film Kabhi Khushi Kabhi Gham berulang-ulang aja mata gue masih berkaca-kaca. #TomboyStyleFailed

Mungkin memori sedih yang bisa gue ceritain adalah ketika gue kehilangan kelinci gue pas SD.

Jadi waktu itu, gue dikasih kelinci sama saudara, namanya Mbak Giyarsih. Dua kelinci putih itu belum sempet gue namain. Mereka tinggal di kotak kardus di teras rumah. Setiap hari gue kasih makan wortel, sayur, kadang juga janji manis. Setiap berangkat sekolah gue selalu menyapa dua makhluk itu dengan tatapan "hai, aku sekolah dulu ya. Nanti siang kita main lagi.". Begitu setiap hari hingga suatu siang, gue berasa disamber petir padahal nggak ujan. Berasa diputusin padahal nggak punya pacar.

Gue pulang sekolah dengan muka ceria bersiap main sama kelinci-kelinci putih lucu. Alangkah kagetnya ketika rumah gue rame, tanpa bendera kuning, tanpa tratak seng, tanpa penerima tamu. Tetangga-tetangga gue ngumpul di rumah dan pada bawa piring.

Salah satu tetangga menghampiri gue yang lagi bingung dengan keramaian itu.

"Mbak ini lho, sate kelinci kamu enak. Cobain nih!"

Kelinciku? KELINCIKU? K E L I N C I K U ???

Ternyata mereka menyate dua kelinci imutku. Kedua orang tua gue adalah pelopor utama hajatan batiniah ini. Mereka bilang, kelinci gue menuh-menuhin tempat, bau juga eeknya, mending disate aja.

Gue masuk rumah, duduk di sofa, dan cuma bisa diem. Gue bingung harus gimana. Kelinci yang gue anggep lucu, yang bikin gue semangat sekolah, dibunuh dan dimakan gitu aja, tanpa persetujuan gue sebagai pemiliknya yang tiap hari ngasih makan. Gue lupa waktu itu nangis atau cuma berkaca-kaca.

Memori warna kuning, joy, kebahagiaan.

Untuk manusia seumuran gue, jelas kebahagiaan banyak gue alamin. Apalagi yang berasal dari dunia cinta-cintaan, sayang-sayangan, gebet-gebetan. Liat doi dari kejauhan aja rasanya deg-deg ser nggak karuan bahagianya minta ampun. Apalagi disapa doi. Duh, apakah bahagia remaja sereceh itu?

Salah satu kenangan bahagia gue adalah ketika gue jadi top scorer pertandingan bola basket antar SMA se-Karisidenan Pekalongan. Meskipun tim gue kalah, gue seneng banget bisa point banyak apalagi dengan tembakan jarak jauh. Selama gue basket, itu adalah pertandingan paling beruntung gue karena biasanya gue nggak bisa shoot jarak jauh. Gue juga sempet dipuji pelatih basket yang nggak pernah muji gue. It made me fly higher. HAHAHA.

---

Gue salut sama Pete Docter yang bisa-bisanya kepikiran ide film "isi kepala manusia". Film yang general, yang semua orang bisa ngerasain ada di posisi Riley.

Sama seperti Riley yang selalu bahagia, akhirnya dia muak dan nangis sedih sejadi-jadinya. Gue nggak cuma butuh Joy. Gue juga butuh Sadness, Anger, Disgust, dan Fear buat nyeimbangin emosi. Gue nggak bisa bayangin, kalo hidup gue cuma diisi Joy dan kebahagiaan, hidup gue bakal sedatar apa. Gue bersyukur hidup gue seimbang. Gue sering ketawa lepas, tapi nggak lupa buat nangis sampe sesenggukan.

Gue butuh sedih buat ngerasain arti kebahagiaan, sama seperti Riley. Tanpa Sadness, Joy nggak ada artinya.

Buat yang baca, share juga ya, memori apa aja yang kalian inget, yang paling menyala di kepala kalian.

PS: ketika gue ngetik cerita memori sadness, gue jadi sedih lagi. Masih keinget jelas, kotak kardus kelinci yang tiap hari gue lewatin sebelum berangkat sekolah.

7 komentar:

  1. Sama, aku juga ngerasa hidupku nggak penuh dengan imajinasi. Makanya aku nggak suka film imajinasi. Dan sama, aku juga nggak kepikiran sama Pete Docter yang bisa-bisa kepikiran cerita Inside Out. Aku suka filmnya! Aku nangis pas ending. Huhuhu.

    Iya yang Fears bikin ngakak anjiiiir. CINTA INI MEMBUNUHKU! WKAKAKAKAKAK. Yang Sadness juga lucu sih sebenarnya, Rih. Kelinci dijadiin santapan keluarga. Tapi... tapi.. kasihan kamu. Masih keingatan kotak kardus kelinci ya :(

    Kayaknya aku kayak Mamanya Riley, isi kepalaku didominasi Sadness. Aku orangnya melankolis banget. Ngebiru, sama suka film biru~ *eh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo aku masih bisa nahan nangis sih Cha. Gengsi masa nonton film anak-anak nangis. Hahaha.

      Masih Cha. Gila. Sayaaaang banget.

      Untung mamanya Riley gak suka film biru kayak kamu ya Cha.~

      Hapus
  2. Film ini emang keren banget sih. Apalagi pas momen semua perasaannya kabut, terus bikin kehiudpan Riley 'berubah'. Sampe ke yang emptiness itu keren abis sih..

    BalasHapus
  3. Pas Riley ngerasa kosong itu gue pernah ngalamin di dunia nyata, ya pas kemarin gue vakum. Hahaha. Nggak tau kenapa ya tiba-tiba gue nggak bisa ngerasain sedih, nggak ngerasain bahagia, dll.

    Gue masih inget banget, gue sempet meneteskan air mata saat nonton film ini. Cengeng banget gue kayaknya kalo nonton film animasi. Toy Story 3 apalagi. :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Serius Yog? Kayak mati rasa gitu bukan ya?

      Hahaha melankolis juga hatimu nak.

      Hapus
    2. Iya. Mati rasa. Hidup rasanya tak ada gunanya lagi.

      Hapus

Teman