30 November 2017

9

Cerita Go-Jek: Secepat itu kah Gilang Berganti Kelamin?

Setelah fail menggojek di hari pertama, gue makin penasaran dengan pekerjaan ini. Gue nggak mau diremehkan dunia dan dicap sebagai supir gojek gagal hanya karena gue lupa melepas tempelan di helm dan nggak ngerti cara top-up gopay.

Hari kedua pun gue persiapkan dengan matang. Setelah gue pastikan helm gojek sudah oke dan mempelajari cara top-up gopay dengan benar, gue melenggang keluar kos menuju basecamp teater untuk mangkal. Nggak tau kenapa, gue nyaman mangkal di tempat kegiatan mahasiswa ini. Rasa-rasanya gue pengen cetak spanduk "Pangkalan Ojek Diponegoro University" warna ijo dan memasangnya di depan basecamp teater.

lelah
Sebenarnya, gue menutupi pekerjaan ini. Memang sih, gue ngasih tau ke orang-orang kalau gue jadi supir gojek. Tapi gue nggak mau ketemu sama orang yang gue kenal pas gue lagi ngegojek secara langsung. Nggak enak aja kayaknya. Sebisa mungkin itu gue hindarin.

Hingga...

1. Yah...pada tau deh

Nggak berapa lama mangkal hari kedua, handphone gue berdering. Tanda ada orderan. Gue sumringah, riang gembira, seperti lagu Tasya libur telah tiba.

Jemput: Baskoro
Tujuan: Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Deket amat mbak. Mending naik sepatu roda. Batin gue. 

Ya meskipun tujuan si mbak ini dekat, gue tetap anterin. Masa iya gue suruh naik sepatu roda beneran. Di jalan, kita ngobrol. Ternyata dia salah satu temannya teman gue. Gue fine-fine aja waktu itu, nggak kepikiran apa-apa. Sampai keesokan harinya, teman-teman dari organisasi pada godain,

"mau dong diboncengin abang gojek..."
"gojek Semarang - Jogja dong kak..."
"lu oknum fake gojek ya Rih?"

Pada tau deh...
Huhuhu.
Hikz hikz hikz.

... salah curhat.

2. Maaf ya Mbak :(

Setelah beberapa hari mangkal di dalam area kampus, gue bosan. Nggak ada tantangan. Akhirnya gue mangkal di markas TNI AU.

Eh, belum. Belum se-ekstrem itu.

Gue mangka di kos sendiri. Gue pikir, gue bisa ngerjain hal lain sembari menunggu orderan.

Waktu itu, Rabu pagi, gue kuliah jam 9.41 WIB. Ada waktu kosong sebelum kuliah, kenapa nggak ngegojek aja, pikir gue.

Setelah bersiap memakai jaket boomber (waktu itu gue masih belum punya jaket gojek), nggak begitu lama, handphone gue kembali berdering karena ada orderan. Seperti biasa, gue girang. Tapi setelah gue lihat nama penumpangnya, rasa girang tersebut lenyap, berganti rasa gelisah sedikit basah.

Di layar handpone muncul :

Gilang
Jemput : Sumurboto
Tujuan : Stasiun Poncol Semarang

Mampus! Cowok. Pasti mas-mas gendut, nyebelin, berat, banyak nanya di jalan.

Dengan terpaksa, gue sms: mas, saya otw kesana ya. gojek.

Setelah sampai di lokasi tujuan, gue hanya melihat mbak-mbak pakai hijab berbadan lebih kecil dari gue sedang duduk menunggu sambil bawa tas besar. Gue celingak-celinguk ye kan, nyari dimana si Mas Gilang ini. Nggak ada. Gue berniat sms Gilang, si mbak yang duduk di depan rumah itu menghampiri gue.

Si mbak : mbak gojek bukan?
Gue : iya mbak.
Si mbak : gojek ke Stasiun Poncol ya Mbak?
Gue : iya Mbak.
Si mbak : oh iya Mbak, itu saya yang mesen.
Gue : *diem*

Secepat itu kah Gilang berganti kelamin? Atau jangan-jangan, hijab itu hanya untuk menutupi jakunnya?

Masih nggak yakin.

Akhirnya, si Mbak itu naik di motor gue, membuyarkan lamunan negatif gue. Di jalan, gue mencoba asik.

Gue : tadi yang mesenin gojek pacarnya ya Mbak?
Si mbak : bukan. Itu saya.
Gue : lah, di aplikasi namanya Gilang mbak.
Si mbak : iya, itu nama saya.
Gue : .....

Fail lagi Gustiiiii. :((

Gue : Maaf ya Mbak tadi saya manggilnya 'mas' di sms.
Si mbak : nggak papa Mbak, udah biasa. Tadi mangkal dimana?
Gue : di kos Mbak. Biasanya di basecamp teater sih.
Si mbak : oh, Mbak anak teater? Saya suka nonton teater lho Mbak! Saya sering nonton teater kampus.
Gue : eh iya?
Si mbak : iya. Saya juga add official account-nya teater lho.
Gue : *girang*
Si mbak : tapi saya heran. Waktu itu ada pentas teater jam 7, di account teater baru dikasih taunya jam 9.
Gue : hehehe, maap ya Mbak. itu yang ngelola akunnya anak-anak junior Mbak. Maafin ya, mungkin masih mabuk antimo.

Sepanjang jalan menuju stasiun kita ngobrol. Berasa teman sendiri.

Gue : mau kemana Mbak? Kok ke stasiun?
Si mbak : mau pulang ke Solo, kan kuliahnya udah selesai, kemarin saya wisuda. Sekalian nunggu panggilan kerja.
Gue : ohh, selamat ya Mbak. Sukses terus dan semoga cepet dapet kerjaan.
Si mbak : makasih ya Mbak.

Setelah sampai stasiun, si Mbak Gilang pun turun. Ya masa gue yang turun.

Gue pun kembali pulang ke kos dan bersiap berangkat kuliah.

Untuk Mbak Gilang (yang mungkin saja baca cerita ini), sekali lagi maaf ya saya manggilnya 'mas'. Semoga sukses dan bahagia selalu mbak. Salam, gojek yang selalu fail.

---

PS: di semua cerita Go-Jek yang gue tulis, cerita yang gue angkat itu nyata. Tapi kalimat-kalimat di dalamnya gue tambahin atau modif biar enak dibaca dan ada humornya.

20 November 2017

16

Mau Naik Gunung Apa di Jawa Timur?

Mahasiswa tingkat akhir tanpa piknik, sama kayak Marsha-bengek tanpa ngik-ngik. Nggak asik.

Skripsi dan teror pertanyaan kampret “mau ngapain setelah lulus?”, sangat mengganggu kesehatan jiwa raga kami. Untuk menyeimbangkannya, gue butuh piknik. Tapi lagi-lagi, masalah duit jadi problem klasik.

Gue nggak bisa piknik yang menghabiskan duit banyak. Piknik yang bisa gue lakuin harus yang efisien dari segi duit dan waktu.

Temen gue, Resti, kemarin ngajakin ke Jawa Timur, Malang dan sekitarnya. Dia bilang Jawa Timur cocok buat jadi destinasi liburan rakyat jelata kayak gue gini. Pantai, museum, kuliner, sampai laut, semua ada dan jaraknya nggak jauh. Jadi bisa ngerasain banyak spot dan menghemat biaya transport.

Gue tertarik.

“Ke Jawa Timur nggak lengkap kalau kita nggak ke gunungnya Rih.”

“Ada gunung yang anget nggak? Gue nggak suka dingin.” Serius, cuy. Gue nggak pernah naik gunung karena nggak suka hawa dingin. Hidup di Semarang aja, gue nggak punya kipas angin apalagi AC di kosan.

“Ada. Kawahnya Bromo tuh, panas.”

“Sialan. Gue serius ini.”

“Yaudah. Lo mau naik gunung apa? Cari tau gih, gunung-gunung di Jawa Timur sebelum lo naik."

Gue pun membuka google dan mulai mencari informasi tentang gunung-gunung cantik di Jawa Timur. Cocok nih buat referensi manusia cemen macem gue gini sebelum mendaki.


Gunung Bromo

sumber: www.pesonaindo.com
Ini adalah satu-satunya gunung yang pernah gue datangi. Gue pernah kesini tahun 2014 lalu bareng temen-temen dari Kampung Inggris, Kediri.

Keindahan Gunung Bromo, nggak perlu diragukan lagi. Sudah go inernasional cuy. Ibarat artis, ini Agnes Monica nih, versi gunung.

Untuk yang mageran kayak gue gini, Gunung Bromo adalah pilihan yang tepat. Puncak Gunung Bromo gampang dicapai, bahkan bisa lihat kawahnya secara langsung dengan jelas. Kalau kurang jelas, silakan lakukan roll depan ke arah kawah.

Yang paling menarik tentang liburan di Bromo adalah pemandangan saat matahari terbit. SUMPAH KEREN! Dan emang ini yang paling terkenal dari Bromo.

Gunung Bromo terletak di empat kabupaten: Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Malang. Tingginya 2.300 meter di atas laut. Sebelum menuju kawah, kalian bakal disuguhi pemandangan lautan pasir yang luas. Tiap tahun ada ritual suci suku Tengger disini.

Kalau kalian berangkat ke Bromo lewat kabupaten Malang, kalian bisa dapat banyak penerbangan ke Bandara Abdul Rahman Saleh, termasuk penerbangan milik Batik Air, terus lanjut perjalanan pakai transportasi darat ke Gunung Bromo.
Gunung Lawu

sumber: www.penabiru.com
Nah gunung ini yang cocok buat pendaki pemula. Walaupun tingginya sampai 3.200 mdpl, tapi medan menuju puncak gunung relatif mudah. Letaknya di perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah, jadi gampang buat gue kalau dari Semarang. Gunung Lawu ini ramai dikunjungi pendaki maupun penziarah, khususnya di bulan Suro.

Gunung Arjuno

sumber: upload.wikimedia.org
Nama Gunung Arjuno pasti sudah nggak asing buat para pendaki, khususnya buat yang aktif di dunia maya. Gunung dengan tinggi 3.300 meter ini terletak di perbatasan antara kabupaten Malang dan Mojokerto. Ada empat jalur pendakian yang bisa dipilih. Masing-masing jalur punya karakteristik dan daya tariknya sendiri.

Kalau kalian mendaki Gunung Arjuno, nggak ada salahnya lanjut naik ke Gunung Welirang yang letaknya bersebelahan. Kedua gunung ini ada di satu punggungan yang sama. Di Gunung Welirang kalian bisa menjumpai para penambang belerang.

Gunung Raung

sumber: www.phinemo.com
Gunung Raung bisa pilihan cocok buat yang suka tantangan nih. Letaknya di Banyuwangi dan gunung ini adalah gunung stratovolcanik aktif. Untuk mencapai puncaknya, kalian harus melalui medan pendakian ekstrem sepanjang 17 km yang sebagian besar berupa bebatuan terjal. Yang lebih menantang adalah, gunung ini tidak memiliki sumber air sehingga para pendaki harus membawa setidaknya 10 liter air untuk tiap pendaki. Disarankan bawa galon, bersama dispensernya, dan kopi satu renteng. Maka kalian akan jadi warung kopi dadakan. Perlu persiapan fisik, mental, kemampuan, dan pengalaman pendakian untuk bisa menaklukkan gunung ini. Jadi kalau kalian cuma pendaki amatir atau kayak gue yang mendaki gunung cuma buat foto-foto doang, mending jangan naik ke gunung ini.

Gunung Semeru

sumber: http://indosurflife.com
Gunung yang hits gara-gara dijadiin latar novel dan film ini adalah gunung tertinggi di Pulau Jawa (3.676 meter di atas permukaan laut). Untuk mencapai puncaknya, kalian perlu melalui beberapa medan pendakian. Karena ketinggiannya, gunung ini bisa menguras tenaga. Tapi nggak usah khawatir karena ada pos-pos peristirahatan sebagai tempat berkemah selama pendakian.


Ranu Kumbolo. sumber: rizkirahmatia.files.wordpress.com
Satu spot paling terkenal dari Semeru adalah Ranu Kumbolo. Disini kalian bisa bikin tenda kemah dan beristirahat sambil menikmati keindahannya. Terus lanjut ada medan menanjak yang disebut tanjakan cinta. Di ujung tanjakan ini, padang bunga lavender Oro-Oro Ombo bisa bikin kalian lupa sama tugas kuliah sejenak.

Nah, untuk mengakses gunung-gunung di atas, beberapa alternatif transportasi bisa kalian pertimbangkan. Kalian bisa naik kereta api dan berhenti di stasiun-stasiun terdekat atau bisa menggunakan transportasi udara seperti Batik Air dan mendarat di bandara Malang atau Surabaya, kemudian lanjut perjalanan dengan transportasi darat. Beberapa maskapai termasuk Batik Air sudah melayani penerbangan dengan intensitas cukup tinggi ke Bandara Malang dan Surabaya.

Untuk kalian pengguna naga terbang, mohon maaf, belum bisa mendarat di Jawa Timur.

---

Sesuai kemampuan dan kemapanan, kayaknya gue bakal milih Gunung Bromo deh buat merefresh otak ini. Kalau kalian?

18 November 2017

10

Hal-hal yang ditemui Ketika Bangun Pagi

Go-jek nggak cuma ngasih benefit soal materi. Go-Jek juga melatih gue buat selalu bangun pagi. Karena di pagi hari lebih banyak orderan, mau nggak mau gue bangun pagi setiap hari buat ngegojek biar pendapatan makin banyak. Money wins.

Sebelum jadi supir gojek, gue nggak pernah bangun pagi kecuali cuma buat solat, itu pun lanjut tidur lagi.

Ngebongkar aib sendiri ye kan.....

Selama ini, gue pikir bangun pagi adalah hal yang bodoh. Dinginnya pagi nggak dimanfaatin buat peluk guling, pakai selimut, merem, sama aja menyia-nyiakan nikmat dari Tuhan. Pagi adalah saat yang nyaman banget buat tidur cuy. Terus bangun lagi jam 9, baru deh memulai aktifitas.

Tapi setelah jadi supir gojek, jam 6 pagi gue sudah keluar kos. Ketemu banyak orang di jalan, ngobrol sama penumpang, dan melihat hal-hal yang cuma bisa dilihat di pagi hari.

Itu semua bikin gue sadar kalau ketika gue tidur pagi selama ini, banyak hal yang gue lewatkan, banyak orang sudah memulai aktifitasnya, banyak orang sudah start ‘hidup’ lebih dulu, sedangkan gue ketinggalan, gue masih bermimpi di kamar.

Nyesek.

http://www.hardlybored.com


Dari banyak hal pagi yang gue temui itu, beberapa diantaranya punya kesan tersendiri. Coba gue ceritain ya...

Tukang sayur di depan kos yang jadi primadona ibu-ibu.

Setiap pagi ketika gue mulai ngegojek, selalu ada mas-mas jualan sayur pakai motor yang dikerubungi ibu-ibu di depan kos. Gue nggak ngerti si mas tukang sayur itu mulai mangkal di depan kos dari jam berapa. Soalnya mau gue keluar kos jam 5 pagi, 5.30, atau setengah tujuh, si mas sayur itu selalu sudah ada di situ. Herannya lagi, gue lebih sering lihat dia ngobrol sama ibu-ibu ketimbang melakukan transaksi jual beli. Gue jadi inget akun instagram lambeturah.

Ibu-ibu tukang sapu yang ketiduran setelah jalanannya bersih.

Gue lupa ngambil foto ibu-ibu yang ketiduran itu. Tapi gue masih ingat jelas ibu-ibu itu ketiduran di pinggir jalan, di depan salah satu rumah mewah daerah Gajah Mungkur Semarang dan jalanan di sekitar beliau tidur sudah bersih. Gue nggak ngerti beliau setiap hari kerja begitu, dari rumah jam berapa.

Jadi selama ini, ketika ibu itu menyapu jalan raya sampai bersih untuk mendapatkan nafkah, gue masih tidur di kamar. :(

Makanan-makanan yang sulit ditemui setelah jam 9 pagi.

Bubur ayam, bubur sumsum, ketoprak, lontong sayur, nasi uduk, adalah keluarga besar makanan yang sulit ditemui setelah jam 9 pagi. Biasanya penjual secara dadakan menggelar dagangannya di pinggir jalan dari jam 4 (habis subuh mungkin ya) sampai jam 9. Sebelum ngegojek, gue nggak tahu kalau ada lontong sayur enak di Jalan Prof. Sudarto setiap pagi.

Kakek dan cucu mesra di pagi hari.

Kakek itu sering menuntun cucunya jalan-jalan atau mendorongnya di sepeda. Beliau sering senyum kalau papasan sama gue di dekat kos. Nggak tahu kenapa, tapi itu sweet menurut gue. Doi sama cucunya, bukan sweet senyumnya ke gue lho ya.

3 superwomen penjual koran.

Gue masih nggak ngerti untungnya penjual koran di pinggir jalan itu berapa. Apalagi koran Tribun Jateng yang hanya dijual loper koran dengan harga seribu rupiah. Terus untungnya dia dari mana? Padahal jelas dong bagi hasil sama atasannya lagi.

Kalau kalian tinggal di Semarang, gue tahu ada 3 penjual koran perempuan yang setiap pagi stand by menjajakan korannya. Di Jalan Pahlawan, di pertigaan Rumah Sakit Kariadi, dan di perempatan Patung Kuda (patung Pangeran Diponegoro naik kuda) Tembalang.

Kalau kalian pecinta koran Jawa Pos, ibu yang di Jalan Pahlawan itu jual. Tapi kalau kalian lebih suka Tribun Jareng, bisa beli di perempatan Patung Kuda Undip atau RS Kariadi.

3 superwomen itu selalu standby setiap pagi bahkan sampai mendekati siang. Nggak pernah absen, setau gue.

Gue sering beli sih. Kalian bisa beli juga biar ibu-ibu itu cepat selesai jualan dan pulang ke rumah. Kalau kita naik motor emang biasanya nggak ditawarin koran, karena biasanya yang ditawarin yang naik mobil. Samperin aja mereka kalau mau beli.

Hal-hal itu dan hal lain yang sulit gue ceritain bikin gue sadar kalau selama gue tidur di pagi hari itu, banyak hal yang gue lewatkan.

Jadi inget apa kata ibu di rumah kalau gue bangun siang; “Rejekimu sudah dipatok ayam, tuh.”

Tulisan ini nggak jelas ya? Bodo.
Tulisan ini ditulis di note hp pagi ini, 18 November 2017, di sela-sela gue ngegojek dan menunggu orderan.

4 November 2017

10

Cerita Go-Jek: Maafkan Kebohonganku Mas

Sebagai mahasiswa dengan uang makan pas-pasan, gue dipaksa memutar otak untuk mendapat pendapatan ekstra agar terhindar dari mengkonsumsi obat mag di akhir bulan. Banyak tawaran kerja yang bisa dikerjain mahasiswa, dari mulai part-time sampai full-time, dari mulai jaga toko sampai jaga perasaan, eh, jaga restauran maksudnya. Dari semua pilihan pekerjaan yang ada, gue memilih menjadi supir Go-Jek.

Iya, gue jadi Gojek driver.

Judul pose: berusaha menjadi gojek cantik
Gue memilih jadi supir Gojek karena jam kerjanya fleksibel banget, semau-maunya gue aja kapan mau kerja, kapan mau off, dan gue juga dasarnya emang suka muter-muter kota naik motor kalau lagi bete. Jadi gue pikir, supir Gojek adalah pekerjaan sampingan yang pas.

Sejak pertama kali meng-Gojek tanggal 14 Agustus 2017 hingga sekarang, banyak pengalaman unik yang gue dapetin. Mulai dari ngeboncengin dosen sampai dikejar-kejar customer gara-gara menolak dikasih tip.

Pengalaman-pengalaman dan para penumpang yang "unik" itu bakal gue ceritain di blog ini pada minggu pertama dan minggu terakhir setiap bulan. Semoga istiqomah ya gue bikin go-story ini. Hehe.

---

1. Deg-degan penumpang pertama

14 Agustus 2017, gue memberanikan diri keluar kos bawa helm gojek dan meng-ON-kan aplikasi GoJek Driver setelah sekitar seminggu helm itu nganggur di kosan karena gue belum berani narik (istilah dalam dunia perojekan kalau kita ngeaktifin aplikasi atau kerja). Pas nge-ON-in, rasanya deg-degan banget. Gue pikir bakal langsung ada yang order. Ternyata enggak.

Waktu itu gue belum punya jaket gojek karena kantor gojek Semarang lagi kehabisan stock jaket. Gue disuruh nunggu maksimal 2 bulan buat dapet jaket. So, gue narik pakai jaket jeans. Gaul ye kan?

Bingung mau mangkal dimana, akhirnya gue pergi ke kampus, ke basecamp teater yang berasa rumah sendiri karena gue bisa kapan pun main kesana. Akhirnya gue nunggu orderan gojek di basecamp teater, sendirian. Ditemani rasa deg-degan sebagai supir gojek amatiran.

Nunggu.
Nunggu.
Nunggu.

Tiba-tiba HP bunyi, "Tuttt tuuutttt tuuuutt".

Notif dari aplikasi gojek driver. Ada orderan!

ADA ORDERAN!

ADA ORDERAN WOY!

Jemput: teknik sipil.
Tujuan: jalan Solo.

Deg-degan. Serius. Ini gue harus gimana? Harus ngapain??!

Sendirian dan panik di dalam basecamp teater, gue merasa hina. Untung nggak ada temen yang liat kepanikan seorang supir gojek bingung ini.

Tarik napas hembuskan, tarik napas hembuskan, akhirnya gue tarik tambang. Gue mencoba untuk selow. Gue berpikir dan mengingat-ingat ketika gue order gojek, si driver gojeknya ngapain abis itu.

Mikir...

Telpon!
Yak biasanya kalau gue order gojek, si driver bakal telpon gue langsung.

Sayang, gue nggak ada pulsa telpon.

Driver gojek-amatir-panik-kere.

Akhirnya gue sms.

Sms pertama: Kak, di teknik sipil ya? Ditunggu ya. Saya kesana. *send*
Sms kedua: Gojek *send*
Sms ketiga: Saya naik beat merah, pakai jaket jeans ya. *send*
Sms keempat: Soalnya belum dapet jaket gojek. *send*

Satu customer, 4 sms. Gue asal pendet send aja. Lupa kalau ini sms, bukan line. Pulsa gue tidak tertolong. Tau kan betapa paniknya gue waktu itu?

Akhirnya, gue nyamperin customer tersebut, ke kampus teknik sipil.

2. Customer pertama ternyata blogger!

Jarak dari basecamp teater ke kampus teknik sipil deket. Nggak sampai 5 menit, gue udah berada di depan gerbang teknik sipil.

Gue sms lagi: saya sudah di depan gerbang ya.

Selang beberapa menit, cewek memakai jaket merah menghampiri. Refleks, gue langsung nyodorin helm ke dia.

"Eh ini mbak, helmnya." Dia menerima helm gojek mulus tersebut dengan sopan dan tersenyum.

Saat dia mau make helmnya, gue buru-buru tarik helm itu lagi. "Eh eh mbak, bentar!"

Mbaknya bingung. Dahinya mengkerut. Rambutnya mengkeriting. Emang asli kriting sih.
Gue nyengir.

"Bentar mbak tempelannya belum dilepas. Hehe."

Gue lupa ngelepas tempelan di kaca helm baru itu. Fail. :(((

foto dari kaskus
"Nggak usah khawatir mbak. Helmnya baru, jadi masih bersih. He-he-he." Gue mencoba membuat suasana nggak krik-krik.

Customer gue ini ternyata mau pulang ke rumahnya, di daerah Semarang kota. Orderan pertama nggak seburuk apa yang gue bayangin. Di jalan, kita ngobrol banyak, apalagi setelah dia tau gue mahasiswa juga dan pernah ke Thailand, karena customer gue ini juga suka traveling dan pernah ke Thailand, kita jadi seru ngobrol selama di perjalanan.

Sampai di depan rumahnya, gue memberanikan diri untuk mengajaknya selfie. "Kenang-kenangan mbak. Customer pertama gojek saya. Mau ditulis di blog nanti."

Foto selfie bareng penumpang pertama! Maafkan kekucelan ini.

"Oh kamu punya blog? Saya juga suka ngeblog lho."

"Wah blogger juga mbak? Apa nama blognya mbak. Nanti saya main ke blognya mbak." Gue pun mencatat nama blog si mbaknya di note hp.

Semangat skripsinya ya Mbak Hayuning! Sukses selalu. Semoga kita ketemu lagi.

3. Kurang pengetahuan berujung bohong.

Setelah sukses (sedikit fail) menyelesaikan orderan pertama, gue berniat untuk kembali ke kampus. Dengan posisi aplikasi driver masih aktif, gue melenggang, meninggalkan rumah customer pertama.

Saat sampai di pertigaan, notif aplikasi driver kembali berbunyi. Ada orderan lagi.

Dari nama yang tertera di aplikasi, customer kali ini laki-laki. Udah keringetan aja gue ngebayangin bakal berat ngeboncengin bapak-bapak gendut, bawa tas ransel, dan ngerokok.

Sampai di lokasi penjemputan, perasaan gue sedikit lega. Penumpang kedua ini laki-laki masih muda dan cuma bawa tas kresek. Nggak gendut.

"Mbaknya baru ya jadi gojek? Kok belum pakai jaket gojek?"

"Iya mas. Ini masnya penumpang kedua. Hehe."

Selama perjalanan, dua kali kita berhenti. Pertama di tukang jahit, kedua di atm. Setelah sampai tujuan, mas ini minta di top-up gopay via driver.

"Mbak ada saldo?"

Sejujurnya gais, gue nggak ngerti pertanyaan itu dan gue jawab spontan aja agar terlihat profesional, "ada mas."

"Yaudah kembaliannya buat top-up gopay aja ya mbak."

"Eh, iya mas..."

Mak jeglek...dyarrr! Gue nggak ngerti caranya top-up gopay. Apa pula itu top-up gopay. Gue aja seumur-umur (waktu itu) nggak pernah pakai gopay.

Gue hanya menunduk, memainkan ponsel sok-sokan melakukan transaksi top-up gopay. Padahal yang gue lakuin cuma pencet menu - back - menu - back - menu - back gitu terus sampai indomaret sama alfamaret bersatu.

GUE NGGAK NGERTI HARUS NGAPAIN ANJIRRR!! T_T

"Udah belum mbak?" Suara mas-mas itu merusak kegiatan pencet menu-back gue.

"Eh anu mas. Ini, kok nggak bisa ya? Loading terus. Lagi eror mungkin mas servernya. Nggak bisa top-up."

Ampuni kebohongan saya ya Tuhan.

"Oh lagi eror ya mbak? Pantesan lama. Biasanya cepet kok." Gue nyengir. "Yaudah mbak nggak usah top-up aja. Makasih ya mbak."

"Iya mas he-he-he."

Gue pun pergi. Gue merasa bersalah udah bohong ke masnya. Padahal nggak ada yang eror. Emang dasar guenya aja yang nggak ngerti cara top-up gopay. Maafkan kebohonganku mas.....

Setelah mengantar mas-mas tadi, gue non aktifkan aplikasi gojek driver dan kembali ke kampus. Hari pertama meng-gojek gue tutup dengan perasaan bersalah dan tekad untuk memperluas pengetahuan gojek gue.

Teman