17 April 2016

11

[Review Film] Nay - Djenar Maesa Ayu, edass!

Kami, para komunitas film sering ngadain pemutaran-pemutaran film. Biasanya film indie dan pendek. Beberapa waktu lalu, di grup komunitas film gue ada notif ajakan dateng ke pemutaran film di Universitas Dian Nuswantoro Semarang (Udinus). Gue, sebagai mahasiswa santai banyak nganggur, jelas langsung berangkat.


Awalnya gue nggak tau film yang gue mau tonton ini film apa, bahkan terkesan underestimate setelah liat poster filmnya. Poster dengan warna dasar kuning ngejreng dan ada gambar satu mobilnya ini bikin gue mikir, "ini cover film apa rambu lalu lintas?".

Yaudahlah yaa. Kalau pun ini film memang tentang kisah cinta antara rambu lalu lintas dengan polisi tidur, gue tetep nonton kok. Sebagai mahasiswa banyak nganggur, kisah cinta antara rambu lalu lintas dengan polisi tidur adalah kisah cinta yang penting dan patut diperhatikan.

Akhirnya gue sampai di Udinus bareng kedua temen gue. Kemudian gue duduk anteng di dalam ruang pemutaran dan masih dalam keadaan underestimate sama film berposter kuning itu. Namun ketika filmnya mulai dan berjalan, boom! Gue kebawa alur cerita film, terpesona sama setiap scenenya, gambarnya juga cakep, dan fix, gue jatuh cinta sama film ini!


Film berdurasi sekitar 80 menit, cuma ada satu pemain di film, latar tempat cuma di dalam mobil doang, dan latar waktu cuma malam hari aja.

Lo bayangin deh film begitu.

Gila kan? Ada film durasinya sejam lebih yang pemainnya satu orang itu-itu aja, tempatnya cuma di dalam mobil, dan bisa bikin gue jatuh cinta.

Adalah film Nay, karya Djenar Maesa Ayu.


Film Nay adalah film yang rilis tanggal 19 November 2015 dan ditulis sekaligus disutradarai oleh Djenar Maesa Ayu. Film yang mengangkat isu perempuan, identitas, dan seks ini diadaptasi oleh novel berjudul Nayla karya Djenar Maesa Ayu juga.

Film Nay menceritakan seorang wanita bernama Nayla atau Nay (Sha Ine Febriyanti) yang memiliki masalah hidup berhubungan dengan identitasnya sebagai wanita. Masa lalu Nay buruk. Ayah kandung Nay meninggalkan ibunya ketika dia belum lahir. Dan pacar ibunya memperkosa Nay ketika dia masih kecil. Bahkan ibu Nay tidak membela anaknya justru membuat posisi pacarnya aman.

Kini, Nay adalah seorang bintang baru yang sedang hamil di luar nikah dan pacarnya, Ben, tidak bertanggung jawab karena lebih mementingkan ibunya. Masalahnya semakin rumit ketika seorang produser memberitahu jika Nay terpilih menjadi pemeran utama. Nay semakin bingung, menggugurkan kandungan atau merawat anaknya dengan baik. Ia merasa ini semua akibat dari kesalahan ibu brengseknya.

Dalam rumitnya masalah, Nay mendapat banyak pelajaran dan mengerti sifat-sifat asli orang-orang yang di sekitarnya. Pram, laki-laki yang naksir padanya, ternyata menolak Nay ketika dia sudah hamil. Kemudian Ayu, produser Nay yang ternyata hanya mementingkan karir.


Menurut gue, film Nay adalah film yang cerdas. Film ini mampu membuat penontonnya nggak bosan padahal latar tempat cuma di dalam mobil dan cerdasnya lagi, film ini mampu membawa penontonnya pergi ke masa lalu Nay hanya dengan cerita-cerita yang diutarakan Nay. Film ini juga sukses membuat penonton terbawa emosi oleh si tokoh yang hanya duduk di mobil.

Gila gila.

Untuk masalah teknis seperti fotografi, suara, dan artistik, film Nay udah keren menurut gue. Cahaya-cahaya malam, warna kuning khas jalanan malam hari, bokeh-bokeh lampu mobil bikin film ini makin greget. Ya nggak salah sih. Kru film ini juga keren-keren. Penata kameranya mas Ipung Rachmat Syaiful yang juga garap film Habibie Ainun dan Janji Joni, artistiknya mbak Vida Sylvia yang ada di film 5cm dan Supernova, penata suaranya mas Khikmawan Santosa yang juga garap film The Raid.

Kekurangan film ini paling di masalah pemasaran. Film sebagus ini harusnya lebih tenar dan daripada film-film lain yang cuma mengandalkan artis-artis sensasional main di dalamnya buat mendongkrak popularitas film.

Film Nay ini nggak lama nangkring di bioskop, mungkin juga karena masalah sensor yang nggak nerima film  banyak kata-kata kotor kayak film ini. Jadi nggak heran, sekarang film ini populer sebagai film indie yang sampai sekarang masih muter terus di pemutaran dan festival-festival film Indonesia.

Buat kalian yang mungkin di daerahnya ada pemutaran film Nay, nonton deh. Keren filmnya. Gue yang sebelumnya nggak tau apa itu feminisme jadi sedikit banyak tau dari film anti-mainstream-keren ini.

 Tontonlah film Nay ini. Gue udah membuktikan kalau film ini bukan film tentang kisah percintaan antara rambu lalu lintas dan polisis tidur, kok. Malah keren. Kalau kata temen gue, film Nay edass!

2 April 2016

12

Janji Kecil-kecilan Kepada Waktu

Hello, it's me...
Eh, bukan ding.
Hello from the other side...
Ini apa lagi???

Jadi, hello...April. Datangnya cepet amat? Buru-buru Neng? Ngejar angkot?

Nggak kerasa udah bulan April 2016 aja. Berarti udah ada 91 hari gue lewatin di 2016 ini. Dan sialnya, 91 hari itu gue lewatin dengan gitu-gitu aja, nggak ada yang mengesankan, nggak ada yang istimewa, nggak ada perubahan yang terlihat di diri gue dari hari pertama sampai ke-91 ini.

Ah. Kampret.

Dalam 91 hari, biji cabe bisa berubah jadi pohon cabe, telor bisa berubah jadi ayam, dan benih padi bisa berubah jadi nasi. Gue? Dari 'gini' tetep jadi 'gini'.

Sebegitu kerennya waktu hingga bisa mengubah telur ayam yang nggak bisa apa-apa menjadi ayam hidup dan bisa jalan kemana-mana.


Jika diibaratkan waktu adalah kereta, gue cuma seorang penumpang yang diam terpaku ketika keretanya lewat. Bukannya ikut naik dan bergerak, tapi gue malah diem mandangi sang kereta lewat gitu aja. Dan pada akhirnya, gue ketinggalan kereta.

Gue sering iri sama orang-orang yang bisa memanfaatkan waktu dengan baik. Mereka yang bisa ngendaliin waktu, mereka yang bisa ikut berjalan beriringan dengan waktu, mereka yang bisa ngikutin arus waktu tanpa berhenti sedikit atau pun terlindas oleh waktu. Biasanya, orang-orang yang gini bakal berubah sejalan dengan waktu.

Kapan ya gue bisa kayak mereka?

Contohnya Kevin Anggara. Siapa sih dia di 2013? Cuma seorang anak SMA culun, cupu, yang hobinya nulis blog dan main rubik. Sekarang? He is a best coming actor in Indonesian Box Office Movie Awards! Ooow!

Kevin Anggara bisa memanfaatkan waktu dengan baik. Nggak genap 3 tahun, dia bisa merubah dirinya yang hanya seorang anak SMA cupu jadi aktor di film Ngenest dan lanjut mendapat penghargaan itu. Gue selama 3 tahun? Cuma berubah dari yang bukan mahasiswa jadi mahasiswa. Gitu doang. Nggak terlalu keren.

Atau yang lebih keliatan, Sakayuv. Pengguna instagram pelosok mana yang nggak tau anak absurd Jogja satu ini? Cukup dikasih waktu satu tahun, selama 2015, Sakayuv bisa merubah dirinya yang awalnya hanya anak hiperbola Jogja jadi anak SMA kekinian yang diendorse banyak olshop dan terkenal banget jadi bintang iklan di media sosial banyak produk.

Selama setahun, Sakayuv bisa menggunakan kemampuan beraktingnya dengan baik. Dia bikin-bikin video kocak dan yang bisa bikin ketawa kejang banyak orang, termasuk gue. Sedangkan guenya sendiri? Selama setahun, boro-boro diendorse olshop, dikomentarin sama -peninggi dan pelangsing- aja syukur.

Gue juga iri sama temen-temen gue yang produktif menghasilkan karya. Sedangkan selama ini gue kurang produktif. Ikut produksi film pun cuma satu, itu pun bukan film dari cerita gue. Punya blog ya gini-gini aja. Gue pengen yang lebih. Gue pengen bikin film yang gue sutradarai sendiri. Gue pengen blog gue ini menang salah satu lomba blog gitu kek. Misalnya.

Atau cuma gue yang merasa sehaus ini tentang perbaikan hidup?

Kalian gimana?

Gue pernah cerita soal ini ke satu temen.
Gue: eh, kok setahun Sakayuv bisa berubah drastis gitu hidupnya, sedangkan gue gini-gini aja ya?
Temen: lo nggak bisa samain hidup lo sama dia.
Gue: kenapa nggak bisa? Kan gue sama dia sama-sama makan nasi, sama-sama 1 hari itu 24 jam.
Temen: jalan hidup kalian nggak sama. Lagian jangan terlalu ambisius dan iri sama hidup orang lain lah.

Gue telan kalimat-kalimat temen gue itu, tapi gue muntahin lagi sebagian. Gue rasa temen gue ini nggak punya semangat hidup. Gue nggak setuju sama kalimatnya "jangan ambisius dan jangan iri sama hidup orang lain.". Tanpa ambisi, buat apa kita hidup? Tanpa iri dengan hidup orang lain, gimana kita bisa berubah ke arah yang lebih baik?

Entahlah. Lagi-lagi tulisan gue berakhir absurd dan meninggalkan kepusingan di dalam kepala berbi dan princess. Hahaha.

Intinya, gue pengen waktu yang selanjutnya gue jalani lebih bermanfaat dan membuat perubahan nyata di hidup gue. Perubahan ke arah lebih baik dan terlihat. Gue nggak mau waktu gue terlalui gitu aja, tanpa bekas-bekas yang nyata.

Gue janji sama waktu, gue akan berjalan dengan dia beriringan. Gue janji sama waktu, gue akan nyamain langkah detiknya bareng langkah hidup gue. Gue janji sama waktu, gue nggak bakal nyia-nyiain dia.

Oke. Mungkin gue bisa memulai janji kecil-kecilan itu besok pagi, atau malam ini aja? Nulis postingan setelah sebulan nggak nulis, adalah salah satu bentuk perbaikan hidup juga, bukan?

Teman